Seorang adik sepupu yang tinggal di kota Malang minta tolong kepada saya untuk mencarikan contoh bahan cat yang bisa digunakan untuk melukis pada kain. Saya langsung berfikir, mungkin bahan-bahan untuk membuat kain batik atau bahan cat yang digunakan dalam penyablonan kain adalah bahan-bahan cat yang diinginkannya. Dari hasil pencarian pada situs google, saya mendapatkan beberapa referensi yang cukup informatif. Dan saya pun merekomendasikan beberapa bahan cat kepada adik sepupu saya itu untuk digunakan melukis pada kain.
Mungkin dia sedang ingin mencari kegiatan untuk menyibukkan diri di rumah. Lalu dipilihnya kegiatan melukis untuk mengisi waktu luangnya. Sebelumnya dia sudah pernah melukis pada kartu nama yang dibuatnya sendiri. Kartu-kartu nama buatannya itu dijualnya kepada beberapa orang teman. Dan dia tidak menduga ternyata cukup banyak teman-temannya yang berminat dengan kartu nama buatannya itu. Tapi kesibukannya itu terhenti ketika sudah memasuki masa kuliah. Itu hanya kegiatan iseng saja, jawabnya ketika saya bertanya mengapa dia menghentikan kegiatannya membuat kartu nama.
Dari situ saya pun khawatir jika suatu saat dia menganggap kegiatan melukis pada kain itu hanya kegiatan iseng ketika banyak orang yang mulai tertarik dengan lukisan hasil buatannya. Sebab dia berencana membuat lukisan pada T-Shirt dan jenis-jenis pakaian lainnya. Pembaca mungkin sependapat dengan saya bahwa T-Shirt atau baju yang sudah diberinya lukisan kemungkinan besar bisa punya nilai jual yang lebih. Bagaimana dengan persaingan dari produk serupa yang sudah lebih dulu ada? Maka, yang seharusnya menjadi pertanyaan adalah, mengapa harus khawatir pada persaingan? Saya punya cerita tentang pengalaman seorang teman saya.
Saat masih tinggal di Pulau Bunyu, Kalimantan Timur, ada seorang teman yang berencana mencoba usaha rental Play Station (PS). Saat itu saya meragukan rencananya tersebut mengingat sudah banyak orang yang memiliki Play Station di Pulau Bunyu. Saya khawatir rental Play Station yang akan dijalankannya itu tidak memiliki pelanggan / penyewa. Tapi mungkin karena memang pada dasarnya sudah memiliki naluri seorang wiraswasta, teman saya itu tetap bersikukuh untuk menjalankan rencananya.
Dia mengawali usaha rental Play Station tersebut dengan modal satu unit TV 21 inchi dan satu set Play Station. Semuanya dia peroleh dengan mengkredit! Sementara meja dan kursi dia ambil dari rumah. Dia juga sudah memperoleh beberapa disc program game pada seorang teman yang sering bepergian ke Surabaya untuk belanja dagangan pakaian. Selama dua hari teman saya itu mempersilahkan kepada orang-orang yang mampir ke rentalnya untuk bermain Play Station dengan gratis. Mungkin karena gratis, banyak orang, terutama anak-anak, yang bermain Play Station di rentalnya itu. Hingga tiba pada hari ketiga, ketika orang harus membayar jika bermain Play Station di rental itu. Apa yang terjadi? Anak-anak itu harus mengantri untuk mendapatkan giliran bermain dengan Play Station yang disewakan tersebut. Maklum, hanya ada satu TV dan satu unit Play Station.
Satu minggu kemudian teman saya itu menambahkan lagi tiga unit TV dan tiga unit Play Station untuk melengkapi rental Play Station-nya. Dan semuanya juga dia dapatkan dari mengkredit. Dalam waktu kurang dari dua bulan, dia bisa melunasi kredit itu. Kini rental Play Station milik teman saya itu juga menyediakan spare part dan kaset (disc) program game untuk Play Station, dan juga menjual unit Play Station. Bahkan dia sendiri menyediakan layanan service play station di situ. Dugaan saya bahwa dia akan gagal dengan usaha rental play station-nya itu ternyata meleset sama sekali. Apa rahasianya? Ketekunan.
Teman saya itu tahu, meskipun banyak anak yang sudah memiliki play station di rumahnya, tapi tetap saja terasa lebih mengasyikan jika bermain secara beramai-ramai dengan anak-anak lain. Apa lagi jika ego mereka terpancing untuk memperlihatkan kehebatannya kepada orang lain dalam memainkan beberapa program game Play Station. Hal-hal seperti itu hanya bisa didapatkan di rental. Selain anak-anak, ternyata banyak juga orang dewasa yang suka bermain play station di rental milik teman saya itu. Misalnya para nelayan dari daerah lain yang bermalam di Pulau Bunyu. Mereka sering menghabiskan waktu di rental play station tersebut. Untuk lebih menjamin kenyamanan para pelanggannya, istri teman saya itu juga menyediakan kue dan minuman. Tentu saja bukan gratis.
Cerita diatas adalah contoh sederhana betapa selalu saja ada faktor-faktor tak terduga yang akan mendukung keberhasilan kita dalam menjalankan usaha bisnis. Teori memang diperlukan, tapi praktek adalah cara yang paling baik untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya dan apa yang harus dilakukan. Kegagalan bisa terjadi kapan saja. Tapi itu bukan untuk ditakuti. Orang bijak berkata, kegagalan adalah jalan untuk menuju keberhasilan. Percaya atau tidak?
Keris dan asal-usul senjata tradisional ini di Indonesia
-
Video: Keris dan asal-usul senjata tradisional ini di Indonesia | TV
Kampung. Senjata tradisional adalah produk budaya yang lekat hubungannya
dengan s...
7 tahun yang lalu