Udara siang itu terasa lebih panas dari biasanya. Sudah sebulan ndak turun hujan. Mungkin udara sak daerah Jogja memang lagi seperti itu. Tapi orang-orang di Kalasan tetap dengan kegiatan rutinnya. Yang lagi ngantor, tetap aja ngantor. Soalnya kalau mbolos nanti malah dipecat. Yang mbecak, tetap cari penumpang. Yang lagi macul, terpaksa keringatnya lebih banyak mengucur. Mambune.
Tapi mbok Supiah ndak melakukan aktifitas rutin hari itu. Dia ndak mbatik seperti biasa dan pagi-pagi sudah pergi ke pasar. Padahal di sebelah rumah ada warungnya mbak Njanjilah yang jualan bumbu dapur, beberapa jenis sayuran, dan keperluan sehari-hari lainnya. Pasti ada apa-apanya ini, sampai-sampai mbok Supiah harus merasa perlu belanja ke pasar.
Selidik punya selidik, ternyata si Pardi, anak semata wayang kulitnya mbok Supiah yang kerja di Jakarta itu mau datang hari ini. Katanya bawa seorang temannya. Teman baik, bilangnya. Kemarin malam dia ngomong begitu pada simboknya melalui hp yang dipinjamkan oleh mbak Njanjilah. Malah si Pardi minta dibuatkan sayu bobor sebelum menutup percakapan.
Ini yang sudah lama ditunggu oleh mbok Supiah. Perempuan tengah baya yang sudah ditinggal suaminya ke alam baqa 6 tahun lalu ini akhirnya bisa punya kesempatan lagi membuat masakan untuk anaknya itu. Koq jadi mirip ibuku ya. Selalu ingin apa yang aku makan harus beliau yang masak. Lho..., koq aku jadi ikutan dalam cerita ini ya? Keluar lagi ah...
Akhirnya semua sudah siap. Masakan sederhana ala mbok Supiah. Sayurnya ada 2 macam, sayur bobor dan sayur lodeh, krupuk gendar, sambelnya ada 2 macam juga, sambel terasi dan sambel kecap asin. Nasinya dikukus pakai daun pandan. Semua bahannya harus dibeli di pasar. Itu peraturannya mbok Supiah. Bukan peraturanya pemda Sleman.
Saat sedang mengaru nasi, mbok Supiah mendengar orang mengucap salam di teras rumah. Wah.., iki pasti si Pardi ambek kancane kuwi, batin simbok sambil bergegas ke ruang tamu.
"Lha.., tenan to., kuwi mau pasti suaramu. Wis ndang mlebu. Iku, kancamu diajak mlebu pisan. Diajak mangan. Mbok wis masak gawe awakmu", mbok Supiah bungah banget menyambut kedatatang anaknya. Maaf ya, teks terjemahannya belum dibuat. Bagi yang ndak ngerti bahasa jawa, dikira-kira aja deh artinya.
Pardi meminta temannya itu untuk makan lebih dulu, nanti dia nyusul. Pardi mau ngantar titipan obatnya pakde Mul dulu. Khawatir sudah ditunggu. Tanpa sempat disela lagi, Pardi sudah meluncur ke rumah pakde Mul. Tapi sudah agak jauh dari rumah dia baru ingat kalau mboknya itu ndak bisa bahasa Indonesia. Sedangkan si Anton, temannya itu, ndak ngerti bahasa jawa. Taunya cuma inggih aja. Bisa terjadi misscomunication nih. Tapi aku cuma sebentar koq, batin Pardi sambil melanjutkan perjalanannya.
Sementara itu di rumah, mbok Supiah sudah membawa si Anton ke meja makan. Anton yang memang sudah lapar banget, langsung bersuka cita mirip orang menang lotere.
"Iki lho masak'ane mbok. Ndang dipangan, sedelok maneh si Pardi teko. Iki segone, iki krupuk, iki sambel terasi, iki sambel kecap, iki jangan, iki juga jangan", ucap mbok Supiah sambil menunjuk-nunjuk masakan yang sudah tersaji di meja makan. Anton cuma membalas dengan beringgah-inggih.
"Mangano disik yo. Mbok ameh nyiapke kamarmu wong loro. Pasti kepingin leyeh-leyeh. Pegel-pegel mari numpak sepur sa'mono adohe", kata mbok Supiah pada Anton. Lalu segera menuju bekas kamarnya Pardi. Sepertinya simbok ndak memperhatikan perubahan raut wajah Anton.
Tidak lama kemudian Pardi sudah sampai ke rumah lagi dan segera menuju meja makan. Tapi dia jadi heran melihat Anton makan sambil berkeringat. Wajahnya tampak memerah karena kepedasan. Lagi pula koq tumben Anton cuma makan pakai krupuk dan sambal. Padahal biasanya dia itu sebangsa mahluk herbivora. Penggemar sayuran.
"Koq ndak makan pakai sayur?", tanya Pardi masih keheranan.
"Kata ibumu sayurnya ndak boleh dimakan", jawab Anton sambil mangap-mangap dan segera mengambil air minum. Kepedasan.
"Masa' sih? Memangnya simbok bilang apa?", tanya Pardi ndak percaya.
"Ibumu bilang, iki jangan, iki jangan", jawab Anton sambil menunjuk sayur bobor dan sayur lodeh di depannya.
Pardi secara reflek menepuk jidatnya sendiri. "Dasar guoblok. Jangan itu artinya sayur, bukan ndak boleh dimakan. Iki jangan, iki jangan itu maksudnya ini sayur, ini sayur". Anton cuma bisa bengong mendengar penjelasan dari Pardi. Lupa pada rasa pedas yang tadi menghajar lidah dan mulutnya.
Pulau Bunyu Kalimantan Timur
download mp3 gratis, free download mp3
Everything about Cartoon World
Want to know the snake? Coming in here
mp3 lagu, mp3 musik, mp3 gratis, gratis mp3 lagu, download mp3
Dermaga2
dermaga3
dermaga4
NETWORK01
NETWORK02
NETWORK03
NETWORK04
NETWORK05
NETWORK06
NETWORK07
NETWORK08
NETWORK09
NETWORK10
NETWORK11
NETWORK12
NETWORK13
NETWORK14
NETWORK15
NETWORK16
NETWORK17
NETWORK18
NETWORK19
NETWORK20
NETWORK21
NETWORK22
NETWORK23
NETWORK24
NETWORK25
AREA01
AREA02
AREA03
AREA04
AREA05
AREA06
AREA07
AREA08
AREA09
AREA10
AREA11
AREA12
AREA13
AREA14
AREA15
AREA16
AREA17
AREA18
AREA19
AREA20
Voucher Elektronik
Keris dan asal-usul senjata tradisional ini di Indonesia
-
Video: Keris dan asal-usul senjata tradisional ini di Indonesia | TV
Kampung. Senjata tradisional adalah produk budaya yang lekat hubungannya
dengan s...
7 tahun yang lalu